Jum'at, 21 Februari 2014,
- Duane bukan pejabat tinggi negara. Bukan teroris.
Bukan pula musuh negeri Amerika Serikat. Sosoknya jauh dari kesan
berbahaya. Dia hanya seorang warga biasa negeri adidaya itu. Merintis
hidup sebagai pengacara di Mayer Brown, sebuah lembaga hukum di kota
Chicago. Nama Duane, juga tidak begitu mencorong.
|
Dokumen NSA, yang dibocorkan Snowden kepada New York Times itu,
menyebutkan bahwa sasaran ASD adalah Telkomsel dan Indosat. |
Tapi pria berkacamata ini masuk radar National Security Agency (NSA), badan intelijen di negeri Barrack Obama itu. Dan semua itu karena rokok dan udang. Rupanya, Duane didapuk Jakarta menjadi pengacara dalam sengketa dagang dengan Washington. Sengketa soal rokok kretek dan udang yang dilarang keras masuk pasar negeri itu. Dan Amerika Serikat sekuat tenaga memenangkan sengketa ini. Menyadap semua pembicaraan Duane dengan perwakilan Indonesia. Kasus ini terjadi tahun 2010.
Para telik sandi di NSA boleh dibilang mujur. Rekaman percakapan itu
disetor oleh badan intelijen dari negara sahabat, Australian Signals
Directorat (ASD). Badan itulah yang di penghujung tahun kemarin,
dituding sebagai biang keladi dari kisruhnya hubungan Indonesia dengan
Australia. Mereka menyadap percakapan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, sejumlah menteri, dan juga Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Rupanya
Australia dan Amerika Serikat bahu membahu menyadap pembicaraan
petinggi sejumlah negara di Asia, termasuk Indonesia. Aksi mereka
kemudian diketahui dunia, setelah Edward Snowden, mantan anggota NSA
yang kini menetap di Moskow, membocorkannya kepada media massa.
Penyadapan
terhadap Duane dan wakil pemerintah Indonesia, misalnya, diketahui
setelah Edward Snowden kembali membeberkan dokumen rahasia milik NSA
tahun 2012. Dokumen itu dipublikasi harian
New York Times. Ditulis awal pekan lalu, Sabtu 15 Februari 2014.
Dan
inilah bocoran itu. Sekitar tiga tahun lalu, wakil pemerintah
Indonesia - yang hingga kini masih disebut anonim – bercakap-cakap
dengan Duane lewat sambungan telepon internasional. Percakapan itu
terkait sengketa perdagangan udang dan rokok kretek.
Percakapan
itu tanpa sengaja tersadap oleh intelijen ASD. Badan intelijen yang
beberapa karyawannya juga merupakan mantan karyawan NSA ini, kemudian
melaporkan "hasil tangkapannya" kepada NSA Cabang Canberra. Merasa
mendapat buruan besar, para intel itu kemudian mengabarkan kepada markas
pusat NSA di Fort Meade, Maryland. Mereka juga meminta arahan.
Bocoran
percakapan ini tampaknya sungguh penting bagi Amerika Serikat. Dan itu
terlihat dari kecepatan mereka merespon laporan dari Canberra itu. Hari
itu juga, markas NSA di Maryland memberi restu kepada agen Australia
untuk terus menyadap pembicaraan Duane. Dengan alasan, informasi itu
penting bagi konsumen Amerika Serikat.
Yang mencenggangkan,
kepada NSA, para agen intelijen ASD mengaku bahwa selama ini mereka
dapat mengakses data milik PT Indosat Tbk (Indosat) dalam jumlah besar.
Dan sebagaimana luas diketahui bahwa Indosat adalah salah satu
perusahaan telekomunikasi besar di tanah air.
Kemampuan mengakses ini, begitu bunyi tulisan di
New York Times, dipakai untuk menyadap komunikasi, termasuk percakapan para pejabat di sejumlah kementerian di Indonesia.
Dan
tampaknya para agen intelijen di ASD royal menyetor informasi kepada
NSA. Dalam dokumen lain yang diterbitkan NSA pada tahun 2013, disebutkan
bahwa mereka sanggup masuk ke jaringan milik PT Telekomunikasi Seluler
(Telkomsel). Para agen di ASD mengklaim telah mendapatkan hampir 1,8
juta kunci induk enkripsi, yang dipakai untuk melindungi percakapan.
Telkomsel
dan Indosat memang merupakan operator terbesar di tanah air. Data
pengguna telepon seluler pada tahun 2012 menunjukkan bahwa Telkomsel
mempunyai 212 juta pelanggan. Menguasai sekitar 62 persen pangsa pasar.
Sementara Indosat memiliki 52 juta pelanggan, atau 15 persen dari pasar.
Jika digabung, kedua operator ini menguasai kurang lebih 77 persen
pelanggan seluler di Indonesia.
Diprotes
Bocoran
dokumen terbaru itu, kembali memantik protes keras dari tanah air.
Australia dikecam. Perlakuan mereka dinilai tidak semanis bahasa
diplomasi yang menguar di media massa. Dokumen yang susul menyusul
dibocorkan Snowden, juga membantah klaim badan intelijen Australia,
bahwa penyadapan hanyalah menyasar jaringan teroris.
Mendapat
kecaman dari sejumlah kalangan di Indonesia, Perdana Menteri Tony Abbott
berkilah. Penyadapan itu, katanya, bukan untuk tujuan komersil. Dia
menegaskan, "Kami menggunakannya untuk menegakkan nilai-nilai kami.
Untuk melindungi rakyat kami dan rakyat negara lain."
Penjelasan
Abbott ini tentu saja membuka pintu perdebatan yang panjang. Menteri
Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mempertanyakan hubungan
sengketa dagang itu dengan keamanan negara. "Yang sulit saya pahami,
bagaimana bisa konflik dagang udang dapat berimbas terhadap keamanan
nasional Australia?" ujar Marty keheranan.
Marty mengaku sangat
kecewa dengan aksi Australia yang benar-benar doyan mencampuri urusan
negara lain. Masing-masing negara, kata Marty, “Seharusnya saling
mendengarkan dan tidak menguping pembicaraan orang lain.”
Para
agen di NSA dan Australian Signals Directorat, memilih bungkam soal
bocoran laporan penyadapan itu. Mereka juga menolak menjelaskan apakah
informasi yang melibatkan pengacara dari Mayer Brown, disampaikan
kepada pejabat atau negosiator perdagangan AS demi memenangkan sengketa
dengan Indonesia.
Sejak Bom Bali
Sesungguhnya
sudah lama Indonesia jadi sasaran intel Australia. Kian intensif sejak
pengemboman di Bali tahun 2002. Yang menewaskan 202 orang. Di mana 88
orang di antaranya merupakan turis dari Negeri Kangguru itu. Sejumlah
media mengabarkan bahwa demi memburu informasi jaringan teroris itu, NSA
dan ASD membangun fasilitas intelijen di Alice Spring, Australia.
Setengah
dari intel di Alice Spring adalah agen NSA. Mereka didatangkan dari
Amerika. Mereka fokus pada penyadapan di Asia. Sasaran utamanya dua.
Indonesia dan China. Negara-negara seperti Thailand, Vietnam, Malaysia,
Timor Leste, dan Papua Nugini juga disadap. Cara kerja mereka tentu saja
canggih.
Bacalah dokumen NSA yang dibocorkan Snowden ini.
Dalam sebuah memo pada tahun 2003, dipaparkan bagaimana para agen NSA
mengajari mitranya dari Australia mengintersepsi layanan telekomunikasi
berbasis satelit di Indonesia. Intersepsi itu dilakukan melalui Shoal
Bay Naval Receiving Station, fasilitas intersepsi satelit yang berlokasi
dekat Darwin.
Para agen NSA dan Australia juga mengakses
panggilan telepon dan lalu-lintas Internet yang dilakukan menggunakan
kabel bawah laut yang beroperasi melalui dan ke Singapura. Sebuah kerja
intelijen yang bisa mencemaskan banyak negara.
Seperti halnya Australia, penjelasan Amerika Serikat atas penyadapan ini juga tidak memadai. Untuk tidak menyebutnya sekedar
ngeles.
Dengarlah penjelasan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry,
ketika ditanya soal penyadapan terhadap Duane itu. Jawaban ini
disampaikan ketika John Kerry, berkunjung ke Jakarta, Senin 17 Februari
2014 .
Aksi penyadapan itu, katanya, tidak mungkin dilakukan
untuk kepentingan perdagangan Amerika Serikat. Isu penyadapan ini telah
ditanggapi serius oleh Presiden AS Barack Obama. Dia menambahkan, “Kami
menjunjung tinggi privasi setiap warga negara sebagai kebebasan sipil
yang harus dilindungi, dan giat mempertahankan keamanan warga negara
dari ancaman besar terorisme.”
Telkomsel-Indosat Membantah
Dokumen NSA, yang dibocorkan Snowden kepada
New York Times itu,
menyebutkan bahwa sasaran ASD adalah Telkomsel dan Indosat. Tapi
manajemen kedua operator itu menegaskan bahwa keamanan jaringan mereka
sudah berlapis. Tidak mudah disusupi.
|
Dalam dokumen yang diterbitkan NSA pada tahun 2013, disebutkan bahwa
mereka sanggup masuk ke jaringan milik PT Telekomunikasi Seluler
(Telkomsel). |
"Kalau penyadapan itu terjadi di lingkungan infrastruktur masih bisa kami monitor. Tapi, kalau sudah di luar itu, atau over the air, jujur saja kami sulit memantaunya," kata Adita Irawati, Vice President Corporate Communication Telkomsel, saat dikonfirmasi VIVAnews di Jakarta, 20 Februari 2014.
Ketika dikonfirmasi apakah betul 1,8 juta kode enkripsi- sebagaimana ditulis New York Times- berhasil diretas atau didekripsi NSA, Adita tegas membantah. Dia menegaskan bahwa keamanan jaringan seluler disusun berlapis.
Dan tentu dienkripsi agar tidak mudah disusupi. Adita juga membantah keras bahwa 1,8 juta kode enkripsi berhasil diretas.
Tiap nomor telepon yang melakukan panggilan, katanya, mempunyai satu kode unik enkripsi. Jadi, data yang dipaparkan di dokumen NSA itu, “Tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tidak ada istilah master key di lingkungan telco," tegas Adita.
Kabar soal penyadapan itu, lanjutnya, hanya diketahui dari media massa. Belum ada informasi resmi yang masuk ke perusahaan. Sejauh ini Telkomsel hanya merujuk pada Peraturan Menteri Kominfo No 11/2006. Yang mengatur tentang lawful interception atau penyadapan informasi secara sah. “Sebagai bagian dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan terhadap suatu tindak pidana," terang Adita.
Senada dengan Telkomsel, Indosat juga menegaskan bahwa tidak mungkin
penyadapan itu dilakukan lewat jaringan mereka. Dalam keterangan resmi
yang diterima
VIVAnews, 20 Februari 2014, Division Head Public
Relations Indosat, Adrian Prasanto, tegas menjawab, "Mustahil jika kami
menjalin kerja sama dengan penegak hukum dari luar Indonesia, baik itu
ASD atau NSA. Itu jelas melanggar hukum. Lalu lintas telekomunikasi yang
masuk ke Amerika Serikat dikategorikan sebagai lalu lintas asing."
|
Indosat menegaskan bahwa tidak mungkin penyadapan itu dilakukan lewat jaringan mereka. |
Valid-kah?Jurubicara Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Gatot S Dewa Broto, sangat menyayangkan informasi simpang
siur yang dihembus kantor berita
New York Times, sebagai "corong" Snowden dalam menyiarkan bocoran dokumen NSA kali ini.
Gatot mempertanyakan validitas laporan
New York Times itu. “Kalau validitasnya masih dipertanyakan, artinya belum sah. Kami tidak bisa tindak lanjuti. Tidak bisa ambil
action. Semua informasi ada di media luar sana," kata Gatot, saat dihubungi
VIVAnews melalui pesawat telepon, 20 Februari 2014.
Aksi
sadap-menyadap ini, lanjutnya, telah masuk ke ranah hubungan
diplomatik. Hubungan antara Indonesia-Australia dan Indonesia-AS. Masuk
domain Kementerian Luar Negeri. Sama dengan kasus penyadapan oleh
Australia kemarin. “Respons kami ditunjukkan dengan sikap Bapak Presiden
SBY dan Kementerian Luar Negeri. Kami menghindari duplikasi informasi
yang tidak selaras," tegas Gatot.
Soal teknik penyadapan, Gatot
menduga, penyadapan yang terjadi modusnya sama. Umumnya sudah ditarget.
Tidak asal menyadap. Mereka tidak menyadap seluruh pelanggan. “Jika
targetnya adalah pejabat, tentu lebih sulit. Karena rata-rata enkripsi
telah diterapkan oleh Lembaga Sandi Negara," tutur pria kelahiran
Yogyakarta 53 tahun lalu itu.
Kecuali, kata Gatot, pejabat negara
itu tidak patuh. Karena komunikasi yang sifatnya rahasia tentu akan
dilindungi oleh Lemsaneg.
Sumber : Viva.co.id